Trilogi Salman Al Farisi ( Part II )

/
0 Comments
Episode kedua dari Trilogi Salman Al Farisi kali ini akan membahas sisi romantisme beliau, melalui jalan Islam. Karunia Allah SWT berupa cinta kasih, juga menghampiri sahabat Rasulullah SAW yang mulia melalui ilmu dan ketaatan nya ini. Rasa yang pasti muncul dalam setiap manusia yang lahir di dunia ini. Rasa yang bisa mengubah segala sesuatu menjadi indah, berwarna bahagia, dengan rona membiru bagai samudera dengan ombaknya yang menggelora. Seorang Raja rela menyerahkan tahta dan menjadi pengemis demi cinta. Dan pengemis pun mampu berjalan dengan wibawa seorang raja karena cinta. Hingga muncul kalimat kiasan yang lucu >> "Jika Sudah Cinta, Tai Kucing Rasa Coklat". Hahaha

Tapi, Cinta dengan segala keindahannya juga menyimpan problematika. Ibarat pedang bermata dua,
sisi lain cinta ini bisa melukai hingga membunuh pemiliknya. Cinta pula lah yang menjadi sebab kerusakan dan kehancuran dunia ini. Cinta pada harta, Cinta pada kekuasaan, Cinta yang pada porsi berlebihan terhadap suatu hal. Naudzubillaah.

Salman Al Farisi adalah seorang Persia. Setelah masuk Islam, ia tinggal di Madinah. Pada suatu waktu, timbul lah niat untuk menggenapkan separuh agamanya. Diam-diam dia juga telah menyukai seorang gadis Anshar yang shalehah. Namun tak berani melamarnya. Bagaimana pun, Salman Al Farisi adalah pendatang yang minim pengetahuan tentang budaya dalam melamar dan mengkhitbah seorang wanita di Madinah. Dia merasa perlu ada seseorang yang memahami adat istiadat dan budaya Madinah dalam hal ini.

Pergilah Salman Al Farisi menemui Abu Darda', seorang pemuda asli Madinah yang sangat fasih berbicara dengan logat kental bahasa penduduk Madinah. Abu Darda' pun gembira dengan kabar tersebut dan menyanggupi untuk menemani Salman Al Farisi meminang wanita impiannya. Setelah beberapa hari persiapan matang dilakukan, pergilah kedua sahabat yang dimuliakan RasuluLlah itu ke rumah si gadis.

Mereka berdua gembira, karena diterima dengan sangat baik oleh keluarganya. Orangtua gadis tersebut adalah orang yang sangat baik nan shalih. Diperkenalkan Salman Al Farisi oleh Abu Darda' kepada keluarga si gadis, dengan bahasa yang indah nan mempesona, bahasa yang disukai oleh warga Madinah. Abu Darda' menjelaskan kedatangannya berdua sebagai wali untuk melamar si gadis bagi saudara nya dalam Islam tersebut.

Mengetahui hal itu, orangtua si gadis gembira. Selain kunjungan sahabat dekat Rasul ini ke rumahnya, terlebih untuk mengikat hubungan keluarga dengan pernikahan. Namun ayah si gadis adalah muslim yang taat. Dia kembali kepada aturan Rasul, bahwa jawaban adalah hak anak gadisnya. Maka anak gadis tersebut diberikan waktu, yang ternyata saat itu pula dia memberikan jawaban melalui ibunya.

Salman Al Farisi dan Abu Darda' tegang menanti jawaban yang akan diberikan. Disampaikan oleh ibu si gadis, permohonan maaf karena perlu berterus terang. Sang ibu mengatakan bahwa lamaran Salman Al Farisi ditolak. Namun juga memberikan jawaban di luar dugaan, bahwa si gadis akan bersedia menerima lamaran jika yang mengajukan adalah Abu Darda'. Begitulah jawaban yang disampaikan ibu si gadis, wanita shalihah impian Salman Al Farisi. Yang karena wanita tersebut, Salman Al Farisi meminta bantuan Abu Darda' untuk membantu meminangnya, tapi justru wanita tersebut memilih Abu Darda' yang hanya berniat membantu dan menemani.

Jika seperti Pria pada umumnya, hati Salman Al Farisi akan hancur berkeping-keping. Dia akan sangat bersedih, merasakan patah hati yang amat mendalam. Setelah menanti cukup lama, gadis impiannya justru memilih sahabatnya. Tetapi, Salman Al Farisi adalah seorang muslim yang luar biasa shalih, seorang yang mulia di kalangan sahabat RasuluLlah. Mendengar jawaban tersebut, Salman Al Farisi justru girang dan mengucapkan Takbir sembari memeluk sahabatnya.

Kemudia Salman Al Farisi pula yang membantu semua kebutuhan pernikahannya. Segala biaya, mahar, dan nafkah yang sudah dipersiapkannya, diberikan untuk Abu Darda' dan calon istrinya. Dia pula yang menjadi saksi dari pernikahan tersebut.


Begitulah kisah cinta seorang pemuda muslim, yang juga seharusnya menginspirasi dan dilakukan oleh pemuda muslim lainnya. Salman Al Farisi, meski dia tidak mendapatkan apa yang diinginkan, tapi dia tetap tegar dan tidak teralih niatnya untuk tetap bertawakkal kepada Allah SWT.

Untuk saudara-saudaraku sesama muslim, marilah kita kembalikan lagi hidup kita ke jalurnya. kepada tujuan penciptaannya. Untuk beribadah sesuai perintahNYA, melakukan yang disukaiNYA, dan berpaling dari segala yang dibenciNYA.

Terlebih dalam urusan cinta yang oleh pemuda-pemudi di luar sana banyak dimanfaatkan dan dimaknai secara tidak wajar dan sangat jauh melenceng dari konsep dasar cinta. Seolah mereka tau semua tentang cinta, hingga berani mengatakan Cinta nya ke seluruh dunia. Seolah cinta yang mereka ungkapkan itu lebih baik dari cinta seorang Ayah kepada keluarganya. Lebih baik dari cinta ibu kepada bayi yang baru dilahirkannya. Lebih dari cinta Rasul yang menyebut umatnya sebelum ruh dipisah dari raganya. Lebih dari cinta Tuhannya, yang tetap mengasihi meskipun sudah tak terhitung berapa kali dilupakannya. Yang seolah ketika kehilangan seseorang yang dikatakan dicintai nya, dia kehilangan dunia nya. Hidupnya menjadi tidak lagi bermakna. Jiwanya menjadi tidak berharga, hingga lebih rela menganiaya tubuhnya bahkan berniat membunuh sendiri dirinya. Naudzubillaah,

Semoga bermanfaat,
BiLlahi taufiq wal hidayah.
wassalamu'alaikum


You may also like

Tidak ada komentar:

notes from praz akhmad. Diberdayakan oleh Blogger.