Trilogi Salman Al Farisi ( Part I )

/
0 Comments
Assalamu'alaikum wr wb

Lagi-lagi saya mohon maaf, setelah masa sibuk yang cukup panjang akhirnya saya diberikan kemampuan untuk kembali menulis lagi di blog. hehe, musim panas selalu menjadi saat paling sibuk bagi para mahasiswa, karena kesempatan untuk bekerja sangatlah banyak. Dan itu berarti tambahan tabungan, baju atau asesoris baru, atau pelunasan biaya kuliah yang belum terkumpul. Itulah sedikit mengenai kondisi seputar Mahasiswa Musim Panas di Sydney ( atau mungkin seluruh teritori ), Australia. :))

Kali ini, saya akan sedikit mengulas tentang salah satu sahabat RasuluLlah SAW, yang karena perjalanan iman beliau, ketulusan dan keikhlasan hidup untuk mencari ridho Allah SWT, beliau termasuk sebagai Ahlul Bait, atau termasuk kerabat dekat RasuluLlah SAW. Sahabat ini juga seorang yang cerdas, tangguh, dan seorang yang oleh Ali bin Abi Thalib ra diberikan gelar "Luqmanul Hakim".

Salman Al Farisi adalah seorang Persia, beliau lahir dan dibesarkan dalam keluarga penganut ajaran Majusi atau penyembah api. Ayahnya adalah seorang terpandang di desanya dan memiliki tanah perkebunan yang luas. Salman Al Farisi adalah anak kesayangan ayahnya, sehingga dia tidak diperbolehkan keluar rumahnya, dan diberikan tugas untuk menjaga nyala api agar tidak padam. Suatu hari, ayahnya sedang sibuk di sebuah bangunan, dan meminta Salman Al Farisi untuk mengurus tanah dan beberapa pekerjaan lainnya. Disini lah perjalanan iman tersebut dimulai.



Salman Al Farisi keluar menuju tanah perkebunan ayahnya. Di tengah perjalanan dia melewati sebuah gereja Nasrani. Dia yang jarang keluar rumah pun penasaran dengan suara-suara dari dalam, dan memutuskan untuk masuk dan melihat umat Nasrani yang sedang beribadah.

Salman Al Farisi kagum dengan apa yang dilihatnya. Dia menikmati ritual ibadah umat Nasrani dengan nyanyian-nyanyian nya. Dalam hati dia bergumam, ini adalah lebih baik dari paham yang dia anut selama ini. Bertanya pula dia kepada mereka, darimana asal-usul agama ini, dan mereka menjawab dari Syam (Syiria). Hingga dia pun tidak beranjak sampai matahari terbenam, dan kembali pulang tanpa sempat ke tanah perkebunan ayahnya.

Di rumah, ayahnya menanyakan perihal kepergian anaknya yang tidak sampai ke tanah perkebunan. Salman Al Farisi pun menjawab, bahwa ia telah melihat suatu kaum yang beribadah di dalam gereja, dan dia mengaguminya hingga dia melewatkan tugas-tugas dari ayahnya, dan kembali setelah matahari terbenam.

Ayahnya menjawab, bahwa tidak ada kebaikan dalam agama itu. Dan meyakinkan Salman Al Farisi, bahwa agama yang dianut selama ini, adalah jauh lebih baik daripada agama yang diceritakan Salman. Namun dengan tegas Salman membantah ucapan ayahnya. Ayahnya bersedih, dan memutuskan mengurung Salman Al Farisi di rumah dan merantai kakinya.

Suatu hari, ada serombongan Nasrani yang diutus untuk datang menemui Salman Al Farisi. Dia hanya berpesan kepada rombongan tersebut, agar diberitahu saat ada rombongan pedagang dari Syria yang telah selesei dari urusan perdagangan dan bersiap kembali pulang. Salman juga meminta agar diizinkan menemui mereka. Ketika rombongan pedagang Syiria datang dan telah selesei dengan urusan perdagangan, Salman diberitahu dan dia melepas rantai besi di kakinya dan pergi bersama rombongan tersebut menuju Syiria.

Sesampainya di Syiria, dia mencari seorang ahli agama, dan bermaksud tinggal disana. Salman Al Farisi dipertemukan dengan seorang uskup di gereja, dan mengatakan, bahwa dia sangat mencintai agama Nasrani dan meminta izin untuk tinggal bersama sang uskup serta membantu di gereja. Uskup mempersilahkan Salman untuk tinggal bersamanya.

Setelah tinggal bersama sang uskup, Salman Al Farisi mendapati bahwa uskup ini adalah orang yang jahat. Dia menganjurkan umat bersedekah, namun setelah sedekah terkumpul dan diserahkan padanya, sang uskup menyimpan untuk dirinya sendiri hingga terkumpul 7 buah peti berisi emas dan perak. Salman Al Farisi sangat mmbenci perbuatan sang uskup tersebut, hingga saat sang uskup meninggal, dia menceritakan semua itu kepada masyarakat dengan menunjukkan bukti berupa peti-peti berisi emas dan perak. Masyarakat kemudian menyalib jasad sang uskup dan melempari jasadnya dengan batu.

Kemudian masyarakat mengangkat orang lain sebagai uskup, yang dikisahkan Salman al Farisi tidak pernah melihat orang yang tidak mengerjakan shalat 5 waktu (bukan seorang muslim) yang lebih baik akhlaknya daripada uskup baru tersebut. Salman Al Farisi pun mencintainya, seorang yang beribadah siang-malam, sangat zuhud, dan sangat mencintai akhirat. Salman Al Farisi tinggal beberapa waktu dengan uskup tersebut, hingga saat uskup itu kemudian berpulang menghadap Penciptanya.

Sebelum meninggal, Salman Al Farisi bertanya kepada uskup, apa yang dia perintahkan atau kepada siapakah Salman Al Farisi harus tinggal selepas kepergiannya. Uskup berkata, bahwa dia sudah tidak lagi mengenal seorang di negerinya yang mempunyai keyakinan seperti yang dia yakini. Orang-orang itu telah mati, dan orang-orang yang ada sekarang telah mengganti ajaran yang benar dengan meninggalkan sebagiannya. Namun uskup tersebut memerintahkan Salman Al Farisi untuk menemui seseorang bernama Fulan di Mosul (Kota di Iraq), yang memiliki keyakinan yang sama. Setelah uskup tersebut wafat, Salman Al Farisi pergi ke Mosul seperti yang diperintahkan.


Sesampai di Mosul, Salman Al Farisi menemui Fulan kemudian menceritakan tentang maksud kedatangannya dan perintah yang dia dapatkan. Fulan mempersilahkan tinggal bersamanya. Salman mendapati Fulan adalah seperti yang diceritakan uskup tersebut, dan Salman Al Farisi menyukainya. Hingga saat sebelum kematian datang kepada Fulan, kembali Salman Al Farisi menanyakan pertanyaan yang sama seperti yang ditanyakan kepada uskup. Fulan kemudian menyuruh Salman Al Farisi untuk menemui Si Fulan di Nashibin. Dan sepeninggal Fulan, Salman Al Farisi pergi ke Nasibhin (Kota di Aljazair) untuk menjalankan perintah yang dia dapatkan. Sesampai di Nashibin, Salman Al Farisi menceritakan kedatangannya kepada Si Fulan, yang kemudian dipersilahkan untuk tinggal.

Salman Al Farisi mendapati Si Fulan adalah orang yang sangat baik seperti Fulan, dan Salman Al Farisi tinggal bersama Si Fulan hingga akhir hidup Si Fulan. Sesaat sebelum kematian Si Fulan, Salman Al Farisi kembali menanyakan kepada siapa dia diwasiatkan. Si Fulan pun menyuruh Salman Al Farisi pergi ke Amuria ( Kota di Romawi ) untuk menemui seseorang dengan keyakinan yang sama dengannya. Salman Al Farisi pun pergi setelah kematian Si Fulan. Menemui seseorang di Amuria.

Sesampainya di Amuria, Salman Al Farisi menemui orang yang dimaksud dan menjelaskan perihal kedatangan dan keadaannya. Orang tersebut mempersilahkan Salman untuk tinggal. Di Amuria Salman Al Farisi hidup dengan bekerja, sehingga memiliki beberapa ekor sapi dan kambing. Hingga kemudian takdir Allah SWT pun datang kepada orang tersebut. Salman Al Farisi pun menanyakan wasiat orang tersebut untuknya. Orang itu tidak mengatakan kepada siapapun Salman Al Farisi untuk pergi karena dia tidak mengenal satupun yang memiliki keyakinan sepertinya, namun dia menjelaskan bahwa waktunya hampir tiba untuk kedatangan seorang Nabi yang membawa ajaran Nabi Ibrahim.

Nabi itu akan keluar dari suaru tempat di wilayah Arab, kemudian berhijrah menuju daerah antara 2 perbukitan. Diantara 2 bukit tersebut akan tumbuh pohon-pohon kurma. Pada diri Nabi tersebut terdapat tanda-tanda yang tidak dapat disembunyikan, dia mau memakan hadiah tapi tidak menerima sedekah, dia antara kedua bahunya terdapat tanda cincin kenabian. Begitulah isi pesan orang tersebut, dan sepeninggalnya Salman Al Farisi masih tinggal di Amuria.

Suatu ketika, melintas serombongan pedagang dari Kalb. Salman Al Farisi menanyakan, bisakah mereka membawanya ke tanah Arab dengan imbalan sapi dan kambing-kambing. Pedagang tersebut pun mengiyakan dan membawa Salman Al Farisi bersama mereka. Namun sesampainya di Wadil Qura, pedagang itu mendzalimi dengan menjual Salman Al Farisi sebagai budak kepada seorang Yahudi. Bersama orang Yahudi ini, Salman Al Farisi tinggal di wilayah dengan banyak pohon kurma. Berharap inilah tempat yang dimaksud untuk bertemu Sang Nabi.

Suatu ketika, saat sedang berada di samping majikan Yahudi, datanglah keponakan majikan dari Madinah, dari Bani Quraidzah. Kemudian Salman Al Farisi dibeli, dan dibawa ke Madinah. Sesampainya di Madinah, Salman Al Farisi segera tahu daerah yg dimaksud Fulan sebelum kematiannya. Kini, Salman Al Farisi tinggal di Madinah.

Allah SWT mengutus seorang RasulNYA, dia telah tinggal di Makkah beberapa lama. Salman Al Farisi tidak mengetahuinya karena kesibukannya sebagai budak. Hingga Rasul hijrah ke Madinah, Salman Al Farisi mendengar kabar tersebut. Sore harinya, Salman Al Farisi membawa sejumlah bekal menuju RasuluLlah SAW ketika sedang berada di Quba. Salman Al Farisi pun menyerahkan bekal yang dibawanya untuk diberikan sebagai sedekah kepada RasuluLlah dan para sahabat. Rasul menerimanya lalu mempersilahkan sahabat untuk memakannya, sedangkan beliau tidak menyentuhnya sama sekali. Salman Al Farisi membaca ini sebagai tanda kenabian yang pertama.

Salman Al Farisi kemudian kembali menemui RasuluLlah SAW saat beliau telah berada di Madinah. Kali ini Salman Al Farisi membawa perbekalan, dan menyerahkannya sebagai hadiah. Rasul kemudian memakan sebagian, dan mempersilahkan para sahabat untuk memakannya. Salman Al Farisi menandai ini sebagai tanda yang kedua.

Kemudian, suatu ketika RasuluLlah sedang berada di kuburan Baqi al-Gharqad mengantarkan jenazah salah seorang sahabat. RasuluLlah sedang duduk diantara sahabat, dan Salman Al Farisi memberikan salam kepada beliau. Salman Al Farisi berputar dibelakang RasuluLlah bermaksud untuk mengamati tanda kenabian ketiga dipunggung Rasul. Melihat itu, RasuluLlah melepas kain yang menutup punggung beliau sehingga Salman Al Farisi melihatnya seperti yang dijelaskan Fulan, dan menelungkup di depan RasuluLlah seraya menangis.


RasuluLlah menyuruh Salman Al Farisi duduk disebelahnya, kemudian Salman Al Farisi menceritakan tentang perjalanannya sejak kecil di Persia, hingga para sahabat pun takjub kepada RasuluLlah mendengar kisah Salman Al Farisi.

Singkat cerita, Salman Al Farisi kemudian dibebaskan dari majikannya melalui syarat 300 pohon kurma dan 40 uqiyah emas. Syarat tersebut dikumpulkan melalui bantuan para sahabat dan RasuluLlah. Setelah merdeka, Salman Al Farisi yang tidak ikut berjihad di Perang Badar dan Perang Uhud, menjadi orang yang berjasa di Perang Khandaq dengan idenya untuk menggali Parit Besar disekitar Madinah. Dan sejak saat itu tidak ada satupun perang yang tidak diikuti Salman Al Farisi bersama RasuluLlah SAW.

Sungguh kisah yang menurut saya pribadi sangat menginspirasi. Diantara sekian banyak Sahabat RasuluLlah SAW yang harum namanya, Salman Al Farisi menjadi salah satu yang terbaik. Tentu kisah ketaqwaan Salman Al Farisi tidak berhenti sampai disini. InsyaAllah akan segera dilanjutkan dengan kisah berikutnya yang tidak kalah inspiratif. Semoga bermanfaat,

Wassalam, :)


You may also like

Tidak ada komentar:

notes from praz akhmad. Diberdayakan oleh Blogger.