Masihkah Agama Persoalan Private?

/
0 Comments
PM Tony Abbott via newearth.media
Beberapa hari ini di Australia, ada sebuah topik panas yang bergulir di pemerintahan PM Tony Abbott. Topik apa? Same-Sex Marriage! atau pernikahan sesama jenis. hohoho, buat yang di Indo pasti ngeri-ngeri sedap kalo uda ngomongin beginian. Tapi di Australia, topik ini sudah mulai diangkat di pemerintahan sejak tahun 2012 lalu. Dan kini, seorang Member of Parliament (MP) dari Partai Labor mengajukan bill untuk permasalahan yang sama, lagi, pada pemerintahan Tony Abbott.

Aku tertarik buat mengomentari hal ini, karena isu ini terjadi hampir di suluruh dunia, diawali di negara-negara maju (yang katanya penduduknya more educated, than) sampai ke negara-negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, dll. Ibarat virus dan antidot, isu ini terjadi sejak bertahun-tahun yang lalu dan punya perkembangan menarik untuk diperhatikan. Kenapa? Karena yang pada awalnya isu ini ditentang keras oleh semua umat manusia (tidak termasuk yang mengajukan, ya. hehehe), tapi kini seolah ada breezy thoughts yang mendorong negara-negara untuk berlomba melegalkan soal Same-Sex Marriage (SSM). Tentu, sebagai pemeluk agama yang sempurna (sesuai janji Allah SWT), ada pandangan-pandangan sosial Islam dalam hal ini, yang insyaAllah bakal aku sampaikan dari pemikiran sederhanaku yang masi pelajar anak bawang ini. hehe,

Penasaran apa yang membuat isu ini berkembang di Australia?


Dimulai dari dasar negara yang menjadikan secularism sebagai dasar negaranya, aku percaya ini adalah akar permasalahan yang membuat Australia menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan seperti yang dilakukan banyak negara-negara barat yang demokratis. Perlindungan hak-hak asasi, yang diklaim sebagai urusan private, uninterrupted, dan wajib dilindungi oleh negara, menjadikan masalah-masalah pribadi seperti interest/ketertarikan pada pasangan juga harus dilindungi atas nama "kemanusiaan".
Based on Research, and the fact is . . . via publicreligion.org/research/

Sepintas terlihat bagus, namun seperti saat ini, berujung pada mengalirnya bola panas nan liar
kebutuhan akan hak asasi. Permintaan perlindungan untuk setiap tubuh yang hidup dan dikelompokkan sebagai jenis manusia ini, makin mengarah pada hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diajarkan Tuhan pada manusia, siapapun Tuhan yang kita sebut disini.

Dalam islam, hubungan sesama jenis sudah jelas Haram hukumnya. pelakunya digolongkan sebagai kaum yang melewati batas yang dihukumi adzab oleh Allah SWT. Masi inget kisah Nabi Luth a.s dan kaumnya kan? Kisah ini yang populer, pioneer, dan seharusnya jadi role model untuk umat Islam dalam menghukumi persoalan ini. di AlQur'an Surat Huud ayat 77-83 dijelaskan hukum Allah SWT melalui kisah tentang N Luth a.s dan umatnya, bagaimana mereka dihukum atas perbuatan mereka yang tidak sesuai fitrah manusia (re: homoseksual)

Masalah kedua, adalah Liberalisme dalam sistem sosial. Sampai saat ini pun, aku masih kurang paham dengan status Liberalisme yang dianut oleh pencetus dan penganutnya. Pasalnya, jika dilihat dari nama nya, Liberal yang berarti bebas, tak menjadikan manusia-manusia yang hidup di negara penganut Liberalisme menjadi sangat bebas. Sebagai contoh, di Australia, ada penetapan aturan untuk hari-hari kerja (senin-kamis, jum'at sudah termasuk weekend) di atas jam 10 malam agar tidak membuat kegaduhan yang mengganggu tetangga sekitar. Bedakan dengan di Indonesia, yang orang-orang bebas nongkrong dan berisik bahkan sampe shubuh.

Tuh, mereka nuntut soal kebebasan kan? via blueandgraypress.com
Atau mungkin soal pergaulan, sex, dan pengakuan personal? Ah, tidak juga. Di Australia, seseorang baru terikan hukum entitas saja saat berusia di atas 17 tahun. Lagi-lagi berbeda dengan Islam yang mengakui seseorang terikat hukum syari'ah setelah baligh. Dan umumnya itu sekitar 10-15 tahun! (Muhammad Al Fatih pertama menjabat sebagai kepala pemerintahan saat berusia 15 tahun) Dan jika menyangkut soal pergaulan dan aktifitas seksual, justru hal ini ga ada baik nya untuk sebuah tataran negara. Kebanyakan anak muda di Australia cenderung terlarut pada roda aktifitas individu dan sangat minim pada aktifitas sosial. Di Islam, seruan berjama'ah itu dianjurkan, mulai dari shalat sampai sillaturahmi antar kerabat. Terus kalo temen gimana? Ya kan sesama muslim itu bersaudara, jadi kalo saudaranya sudah dikunjungi, baru temennya. hehehe. Tentu hal ini akan menjamin keutuhan sebuah negara, mampu mensejahterakan masyarakat secara mandiri, at least dalam hal kebutuhan kejiwaan. 

Lanjut ke permasalahan ketiga, adalah standar penetapan hukum berdasarkan kuantitas. Seperti yang kita semua ketahui, di banyak negara demokratis, isu-isu yang berkembang di masyarakat akan menjadi sebuah isu yang lebih besar saat banyak orang yang mendukung tingkat urgensi nya. Misal, di Indonesia dulu saat penurunan mantan Presiden Soeharto, Referendum Timor Timur, bahkan yang rutin adalah kesejahteraan buruh yang diajukan tiap tahun (meskipun ga semua terpenuhi, hehehe. Semangat terus yaa, rekan-rekan karyawan/ti!). Nah, dalam banyak kasus, permasalahan sosial yang seharusnya tidak dipermasalahkan dalam lingkup agama, coba dimanipulasi atas dasar hak. Misal, hukum soal minuman ber-alkohol.

Coba berbagi, ajaran agama mana yang membolehkan mengkonsumsi minuman yang memabukkan (beralkohol)? Jawaban nya adalah, TIDAK ADA. (Kalo ada, silahkan dibagi) Oke, jika ada yang bilang mampu mengkonsumsi dalam jumlah tertentu dan tidak mabuk, apakah itu lantas bisa menjadi ukuran standar untuk orang lain? Aku bilang lebih dari 80% ga bisa. Nah, Islam menghukumi hal tersebut adil, karena memang kebanyakan konsumsi khamr itu untuk sekedar fun, dan imbas nya justru banyak menimbulkan mudharat, baik dari segi kesehatan maupun sosial, makanya dilarang untuk dikonsumsi sekecil apapun kandungan nya. Toh fun juga bisa dalam banyak hal yang lain.

Kembali ke Isu bill for SSM Law in Australian Parliament, mencuatnya isu ini diakibatkan oleh
Kata Ustadz. . . . via youtube.com
makin tingginya populasi yang menginginkan SSM untuk dilegalkan. Dan dalam pemilihan anggota parlemen lalu, beberapa politisi juga menjadikan SSM Law sebagai instrumen untuk mendongkrak popularitas mereka di kalangan homoseksual. Oportunis kan? Tentu berbeda dengan Islam yang memegang teguh AlQur'an dan Sunnah dalam menghukumi setiap permasalahan. Jika tidak ada di dua referensi tersebut, para 'Ulama akan melakukan Ijtihad bersama untuk kemudian melahirkan Ijma' ataupun Qiyash, yang juga mengambil dasar dari 2 referensi awal. Islam juga mengenal fatwa, yang bisa dikeluarkan oleh siapapun (jamaknya adalah tokoh berilmu di antara masyarakat, dan bersifat pendapat pribadi).

Jadi, tidak terpengaruh seberapa besar demand dari masyarakat, jika hal itu bertentangan dengan hukum-hukum syara', maka selamanya tidak akan pernah sebuah hukum dibuat untuk menyalahinya. Lha yang punya dunia ini ga mau, masa kita yang numpang ini mau berbuat seenaknya?

Saat agama memutuskan suatu perkara, iman yang menuntun kita untuk menjalankannya. Saat agama memutuskan sebuah permasalahan, iman pula yang menuntun kita untuk taat dan menerapkannya.So, dari banyak permasalahan sosial di atas, masih ada yang bilang kalo agama itu urusan pribadi/private? Think again. Buat Mr. Abbott, please have a careful concern on the religious leaders petition about the incoming bill. I believe, they know better than you of how God decides the problem on His points of view. And yes, it's never too late to convert to Islam. May Allah SWT shows you His right path. Aamiin,

Billaahittaufiq wal hidayah,


Salaamu'alaikum. :)


You may also like

Tidak ada komentar:

notes from praz akhmad. Diberdayakan oleh Blogger.