Cerita Aku padaku.

/
0 Comments

Aku bukanlah aku,
Aku hanyalah setumpuk daging yang bernama.
Aku menjadi besar, dan hanya menghabiskan harta dunia.
Aku, bukan kamu, bukan mereka, juga bukan aku.

Hehe, syair yang lucu ya.
Asli buatan sendiri kok, jadi tidak bermaksud merendahkan milik orang lain.
Tapi syair yang ada di atas itu juga jenis syair yang dulu dikagumi banyak orang.
Sah-sah saja, karena mereka mampu menafsirkannya ke dalam berjuta pemikiran positif dan kreatif,
hingga melahirkan banyak perubahan seperti yang bisa kita nikmati sekarang.

Beberapa waktu yang lalu, aku bertemu dengan seseorang dan berbagi cerita.
Pada kesempatan kali ini,
Ijinkan aku menceritakan kisah seorang Aku.
Aku yang menyukai segala bentuk keindahan, baik itu yang terdengar, terlihat, maupun tercium.
Yang mudah dibaca secara tersurat, maupun yang dirasa secara tersirat.
Ya, mungkin karena ini pula banyak orang yang menghubungkan Aku dengan banyak keindahan.


Aku menyukai keindahan sejak kecil,
jika diingat, Aku pertama menyukai keindahan gambar melalui foto.
Lukisan yang terbakar oleh kotak kecil yang disebut kamera,
Kakak Aku yang mengenalkannya.

Aku juga menyukai musik,
Kali ini, Kakak perempuan Aku yang membawa nya masuk ke telinga Aku.
Melalui alunan biolanya yang terdengar indah,
Menyelinap tarian nada keluar dari bilik kamarnya
Keindahan ini yang akhirnya membawa Aku berbicara tentang dunia yang jauh disana,
Dunia yang bahkan Aku pun belum pernah melihatnya.

Lalu bagaimana dengan tulisan ini?
Tulisan yang diceritakan oleh Aku tentang dirinya.

Aku kemudian mengenal puisi dan prosa ketika bersekolah.
Aku memang tidak pandai membaca puisi,
Lebih tepatnya tidak pernah mencoba mengadu kemampuannya
Untuk melantunkan bait demi bait yang dicintainya itu.
Aku hanya menyukai puisi dan syair, tanpa pernah mengijinkan dunia mengakuinya.

Kemudian Aku berkenalan dengan seseorang di sebuah majalah.
Mereka saling bertukar pikiran, dan seseorang itu menghadiahkan Aku sebuah buku.
Buku itu mengubah pemikiran Aku tentang puisi.
Buku itu membuat Aku tidak lagi menyukai sajak dan syair.
Buku itu membuat Aku buta pada keindahan berupa tulisan.

Aku semakin haus akan syair dan sajak manusia.
Aku rela menghabiskan waktu untuk berburu karya-karya terbaru dan duduk terpaku.
Aku ingin tau, bagaimana perkembangan terakhir sajak dan syair
Aku mulai merasakan pahit berasa gula merah.

Dalam perjalanannya,
Aku berhasil memiliki keindahan yang luar biasa.
Di usia muda, banyak orang mencintai Aku dan keindahannya.
Tak terhitung banyaknya pujian dan retorika yang masuk ke nadinya.
Dan Aku adalah keindahan yang memberikan indah pada dunia.

Aku bertemu dengan Dia.
Dia adalah seorang biasa yang tidak mungkin masuk agenda Rapat Luar Biasa.
Sebenarnya Aku sudah pernah bertemu dengan Dia sebelumnya,
Hanya saja saat itu Aku masih idealis dan retoris.
Dan Aku tidak menyadarinya.

Aku terkesima untuk pertama kalinya di pertemuan kedua,
belum pernah Aku melihat manusia seperti itu sebelumnya.
Aku merasakan Dia.

Aku perlahan menjadi gila,
Dia tidak seperti yang Aku bayangkan.
Dia berbeda dengan Kamu, Kalian, juga Mereka
Dia bahkan berhasil merampas semua keindahan milik Aku.
Dia telah mendapatkan semuanya,
Merampoknya tanpa perlu susah payah menodongkan Pistol ke mulut Aku.

Dia tidak seperti manusia lainnya.
Jiwanya bebas, bahkan lebih bebas dari kupu-kupu hutan,
Yang karena kepakan sayapnya, anak kecil bisa tertawa.
Yang karena bentuk sayapnya, mampu memunculkan badai di tengah samudera.
Dan celakanya belum pernah Aku menemukan kupu-kupu hutan.

Cukup lama aku kehilangan dirinya karena Dia,
Terjebak dalam suasana, nostalgia, dan rasa yang luar biasa.
Aku bagaikan pecandu yang sakaw kehabisan obat.
Aku bisa saja memotong urat nadinya,
Menghisap sendiri darahnya demi mendapatkan kembali rasa candunya.

Lantas apakah Dia tau?
Aku tidak tau. Aku juga terlalu pengecut untuk mencari tau.
Itulah yang aku katakan pada Aku tentang dirinya.
Aku tidak terima dikata pengecut.
Menurutnya, bodoh dan jenius hanya berbeda di rencana.
Tapi menurutku, Aku adalah pria yang tidak berusaha mendapatkan sesuatu yang dicintainya.
Keindahan yang sempurna dalam keterbatasan nya.

Dan setelah hujan yang memunculkan pelangi,
Aku kembali menemukan potongan kecil dari selembar halaman tumpukan syair.
Dari halaman itu, Aku tersadar akan keindahan yang dulu dimilikinya.
Aku mulai beranjak dari kegilaannya, menemukan jati dirinya kembali.

Aku menulis,
Aku menulis tentang Dia.
Aku menumpahkan kegilaannya pada semua tumpukan tulisannya,

Semua berawal dari Dia.
Dan Dia juga masih sama, tetap disana
Dengan keindahannya yang merampas keindahan milik Aku.

hingga Aku bertemu denganku, dan menceritakan kisahnya.
Dia masih saja tidak bergeming dan Aku pun masih gila.
Aku secara sadar menerima bahwa Dia dan kegilaannya, adalah bentuk keindahan yang sempurna.
Keindahan yang baru.
Dan Dia (mungkin) menjadi keindahan yang selalu dimiliki Aku.


untuk Aku,
yang bersedia berbagi cerita denganku. 



You may also like

Tidak ada komentar:

notes from praz akhmad. Diberdayakan oleh Blogger.