Tangisan Hujan dan Senyuman Pelangi

/
0 Comments
Langit,
Tempat tertinggi di jangkauan sepasang mata. Menggantung di sana berjuta bintang dan bulan, juga mimpi-mimpi manusia. Meski harus mengangkat dagu untuk melihatnya, tapi Langit juga mendorong manusia untuk sampai pada mimpi-mimpinya.

Aku melihat langit pagi ini,
Cerah, dengan gumpalan awan-awan kecil di tepiannya. Beberapa burung terlihat terbang mencari sesuatu yang aku tak tau apa. Namun yang pasti, Tuhan tau mereka menjalankan takdirnya.

Sejenak terkagum pada mereka,
kelompok burung-burung yang terbang entah ke mana. Apa sebenarnya yang mereka cari. Makanan? ah, tentu saja. Itu yang ilmuwan katakan untuk mereka. Tapi apa cuma itu? Apakah mereka punya mimpi untuk mencari kehidupan yang bahagia?

Ah, tentu saja mereka bahagia. Kau tentu bisa mendengar lantunan lagu-lagu yang mereka nyanyikan untuk menyambut pagi mu. Bahkan gagak hitam dan besar pun menyumbang suara sumbangnya.

Lalu pada gumpalan awan kecil putih nan halus,
bagaikan buntalan kapas yang menjadi penghias Langit. Mereka nampak indah dengan lekukan-lekukan kurva, bertumpuk, lalu menyebar seluas cakrawala. Akankah Langit menjadi indah tanpa mereka?

Kembali terhanyut dalam lamunan,
bukankah awan-awan itu bisa berubah menghitam, dan menyebabkan hujan?
Hujan yang mengakibatkan banjir, tanah longsor, erosi, dan berdirinya tenda-tenda pengungsi lengkap dengan posko bantuan di setiap sudut kota. Hujan yang juga bersahabat dengan angin, seakan menyukai karya mereka yang bernama Badai.

Saat itu juga, Angin datang menyapa dengan kelembutannya.
Terasa sejuk, saat hangatnya sinar matahari memancarkan rona kemerahan di setiap wajah yang berjalan.

Sang Angin seolah datang dengan bisikan,
Menyadarkan ku dari lamunan.

Ya, bencana itu terjadi saat dia datang bersama Hujan.
Tapi kerusakan itu hanya terjadi di Bumi yang kita pijak. Kita lah, manusia, yang membuat semua itu terjadi. Dengan tangan-tangan serakah kita lah, tanpa sadar kita melupakan penduduk langit yang terkadang datang menyapa penduduk Bumi. Dan kita tak mampu menyambut kedatangan mereka. Menurutmu apa yang terjadi saat kau pulang ke rumah, sedangkan di rumah mu tak ada keluarga yang hangat menyapamu?

Kemudian, Angin melanjutkan ceritanya.
Apa yang terjadi di Langit saat itu?
Dia menghitam dengan kesedihan mendalam. Hujan seolah menjadi air mata yang selama ini tertahan. Angin berperan menjadi keharuan dan isak sesenggukan. Ya, Langit yang cerah saat ini, terkadang terlarut dalam kesedihan.

Tapi kemudian aku sadar, Langit sungguh bijaksana.
Saat manusia terdiam dalam penyesalan, tersudut dalam ratapan, Langit pun mengiba pada manusia. Perlahan isak tangisnya mereda, tatapannya mengharu.

Dan saat itu lah Langit memberikan senyumannya yang indah.
Senyuman indah nan mempesona, yang manusia kembali menjadi takjub padanya. Senyuman dengan keajaiban, keanggunan, dan penuh warna. Manusia menyebutnya, Pelangi.

Pelangi yang tiba setelah waktu-waktu dalam kesedihan,
Seolah menjadi hadiah dari Langit untuk kesedihan manusia. Pelangi senyuman Langit, yang menimbulkan lagi harapan-harapan manusia terhukum atas keserakahannya. Pelangi senyuman Langit, yang juga menjadi senyuman manusia.

Tanpa sadar, aku pun menggambar sebuah senyuman.
Tersadar oleh bisikan Angin dari lamunan. Menjadikan gambaran Langit dalam kesedihan Hujan dan senyuman Pelangi. Menggambarkan mimpi-mimpi kedamaian manusia. Dan hari ini, terasa lebih menyenangkan dengan langkah-langkah ku yang berjalan di dalamnya.




You may also like

Tidak ada komentar:

notes from praz akhmad. Diberdayakan oleh Blogger.